Kinerja maskapai Citilink layak diapresiasi. Meski secara resmi mulai beroperasi menjadi maskapai mandiri pada 30 Juli 2012, namun perkembangannya sangat menakjubkan. Kini, maskapai yang memiliki latar hijau tersebut sudah mengangkut delapan juta penumpang. Tidak salah, tiga tahun ke depan ditargetkan bisa meningkatkan pangsa pasar dari 10 persen menjadi 25 persen.
Yang patut dibanggakan, tidak semata berjaya di udara dalam industri penerbangan berbiaya murah (low-cost carrier), Citilink juga semakin banyak mencatatkan terobosan pelayanan untuk penumpang. Uniknya, pelayanan itu terasa maksimal lantaran tidak ditemukan di maskapai lain baik.
Salah satu fasilitas unggulan adalah keputusan manajemen Citilink yang memastikan pajak layanan bandara (airport tax) tetap termasuk ke dalam tarif tiket penerbangan. Alhasil, ketika penumpang sampai di bandara maka bisa langsung menuju ruang tunggu. Hal itu tentu saja tidak akan ditemukan di maskapai lain, di mana penumpang masih harus antre ke petugas untuk membayar pajak bandara.
Pengamat penerbangan Dudi Sudibjo menilai, keputusan Citilink yang menggabungkan pajak bandara dengan harga tiket sudah sangat tepat. Manajemen Citilink, kata dia, sudah berpikir selangkah ke depan seperti yang diterapkan maskapai di luar negeri. Kendati masih ada masalah aturan yang kurang mendukung, ia berharap Citilink bisa mencari solusi tanpa mengabaikan kenyamanan konsumen.
Dia melanjutkan, penumpang Citilink dapat dipastikan akan lebih praktis ketika sampai di bandara, disebabkan tidak perlu antre dua kali demicheck in kemudian antre lagi di depan petugas pemungut pajak bandara. "Meski masih ada masalah di sistem hingga maskapai lain tidak mau mengikutinya, memasukkan item pajak ke dalam tiket ini sudah kebijakan maju," kata Dudi kepada Republika, Sabtu (18/10).
Memanjakan penumpang
Direktur Utama Citilink, Arif Wibowo menegaskan, pihaknya tetap berkukuh untuk tidak mengikuti maskapai lain yang enggan memasukkan komponen pajak pesawat ke dalam tiket. Citilink seolah memanjakan konsumen, di mana penumpang Citilink akan lebih efisien waktu dan merasa nyaman, sebelum terbang ke rute tujuan.
"Citilink memandang kebijakan menggabungkan airport tax ke dalam tiket adalah salah satu cara untuk memberikan kemudahan kepada penumpang guna memberikan efisiensi waktu serta menghindari antrean panjang di bandara," katanya.
Kebijakan itu jelas merupakan keputusan jitu. Pasalnya, maskapai induk Citilink, Garuda Indonesia yang sebelumnya juga menerapkan kebijakan serupa memilih berhenti. Itu lantaran maskapai plat merah tersebut harus menanggung pungutan penumpang dari luar negeri yang melanjutkan penerbangan ke dalam negeri dengan membayar ke Angkasa Pura (AP).
Meski Citilink juga memiliki penerbangan ke luar negeri, walaupun tidak sebanyak Garuda Indonesia, keputusan menyatukan pajak bandara ke dalam tiket jelas berorientasi untuk memberikan yang terbaik kepada penumpang. Pasalnya, secara tidak langsung mereka memberikan pelayanan lebih kepada penumpang yang tidak lagi direpotkan tambahan waktu dan pintu yang harus dilewati.
"Kita ke negara lain begitu sederhananya, begitu ke negara lain begitu gampangnya. Begitu di bandara Indonesia, harus check in, nanti bayarairport tax sendiri," kata Arif.
Dia mengatakan bahwa manajemen telah menjelaskan kepada seluruh Manajer Penjualan Regional Citilink di 22 kota untuk memastikan kebijakan berjalan dengan solid. Hal itu juga sejalan dengan Skep Ditjen Perhubungan Udara Nomor 447 Tahun 2014 yang telah menetapkan rencana penggabungkan airport tax ke dalam tiket pesawat.
Sayangnya, aturan itu hanya berupa imbauan, bukan paksaan. Konsekuensinya, tidak semua maskapai mengikutinya. "Pertimbangan lainnya juga terkait dengan semangat Citilink yang berbasis pada tiga hal, yaitu simple, on time, dan convenience, dari prinsip itulah kebijakan penggabungan itu diterapkan sehingga sejalan dengan upaya untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi penumpang," ujar Arif.
Keputusan Citilink itu secara tersirat diapresiasi Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan. Menurut Dahlan, pemisahan airport taxdengan tiket merupakan langkah mundur. Dia menyebut, di Asia Pasifik hanya Indonesia dan Brunei Darussalam yang belum menerapkan kebijakan tersebut.
Tentu saja, keluhan Dahlan itu secara tidak langsung merupakan pujian atas keputusan Citilink yang tidak ikut-ikutan maskapai lain. "Negara kita kelihatan tidak memberikan pelayanan yang prima kepada pengguna jasa bandara," ujar mantan direktur utama Perusahaan Listrik Negara itu.
Branding unik
Keunggulan lain yang tidak didapatkan maskapai di luar Citilink adalah penumpang mendapat 'oleh-oleh' ketika pesawat sudah mendarat di bandara tujuan. Tentu saja 'bonus' tersebut bukan dalam bentuk barang.
Sebelum pintu terbuka, kalau di maskapai lain biasanya pramugari hanya mengucapkan salam dan terima kasih atas kepercayaan penumpang maka ada kejutan s yang didapatkan konsumen Citilink. Apa itu? Tentu saja pantun yang diucapkan pramugari yang didedikasikan khusus untuk penumpang.
Misal pantun yang satu ini. "Jalan-jalan ke Tanah Abang, jangan lupa ke Semanggi. Jangan lupa kalau terbang, naik Citilink lagi," begitu salah satu suara yang bergema di dalam kabin pesawat sebagai tanda perpisahan awak maskapai dengan penumpang.
Adanya pembacaan pantun itu secara tidak langsung menimbulkan ikatan emosional antara pihak maskapai dan penumpang. Pengalaman mengesankan yang diberikan Citilink itu sampai membekas di benak Ary Wijaya, penumpang jurusan Malang-Jakarta. "Iya, hanya ada di Citilink," aku Ary Wijaya.
Salah seorang pengajar di universitas swasta di Malang tersebut bahkan sampai harus membuat status testimoni di akun Twitter miliknya. Dia merasa, pantun yang didengarkan di pesawat bisa memberikan pertautan psikologis yang merekatkan antara penumpang dan maskapai.
Karena menjadi maskapai yang menerapkannya, Ary yakin dengan harga bersaing dan layanan optimal, penumpang yang sudah pernah naik Citilink akan lebih loyal memilih maskapai itu lagi di penerbangan berikut. Meski hal itu hanya bentuk prediksinya, Ary tetap memuji pengemasan layanan penumpang yang tidak biasa itu. "Keren dan unik. Branding yang bagus, menurutku," ujar Ary.
sumber : REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Erik Purnama Putra/Wartawan Republika