JAKARTA - Menjelang berlakunya jalur penerbangan bebas alias open sky tahun depan, sejumlah maskapai penerbangan minta keringanan pajak, dan bea masuk impor komponen pesawat. Pengajuan keringanan pajak agar mereka bisa bersaing menghadapi maskapai asing.
Arif Wibowo, ketua Indonesian National Air Cariers Association (INACA) menyebut, di negara ASEAN lain seperti Singapura, maskapai penerbangan tak dikenai pajak pertambahan nilai (PPn) untuk komponen.
Arief yang menjabat sebagai Chief Executive Officer PT Citilink Indonesia bilang, persaingan mulai tahun depan makin ketat karena ada open sky. "Kami meminta peraturan-peraturan di Indonesia disamakan negara lain, salah satunya soal perpajakan," ujarnya, kemarin.
Sekadar pengingat, open sky adalah bagian dari penerapan pasar bebas di wilayah Asia Tenggara alias Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Alhasil, pemerintah boleh membuka bandara bagi pesawat asing.
Agus Soedjono, Senior Manager Corporate Communication PT Sriwijaya Air mengatakan, pengenaan PPN dan bea masuk impor komponen pesawat membikin industri penerbangan Indonesia menangguk biaya operasional yang tinggi. Pajak itu menjadi satu dari tiga biaya terbesar dalam beban operasional maskapai.
Dua biaya lain adalah biaya bahan bakar pesawat yakni avtur dan biaya perawatan pesawat. Masalahnya, sebagian besar belanja operasional maskapai dalam mata uang dolar Amerika Serikat. Sementara nilai kurs rupiah kian melemah.
"Jadi wajar jika kami meminta keringanan pajak," ujar Agus. Denon Bemklinsky Prawiraatmadja, Presiden PT Whitesky Aviation menjelaskan, saat ini besar pajak bea masuk impor komponen pesawat sebesar 6 persen-12 persen Ini adalah potongan pajak untuk kategori umum.
Alih-alih permintaan penghapusan PPN dan bea masuk dikabulkan, pebisnis maskapai saat ini malah mendengar kabar pemerintah justru berencana menerapkan dua pajak lain industri penerbangan.
Menurut Denon, pertama, pemerintah hendak mengenakan operating lease yakni pajak atas sewa pesawat Pungutan kedua, financial lease pajak atas pembelian pesawat dengan cara mencicil. "Belum tahu besarannya berapa," ujar Denon.
Meski saat ini bisnis penerbangan tengah menghadapi cuaca buruk, Arif optimistis maskapai nasional masih bisa bertahan melewati masa sulit. Dia menampik ada maskapai penerbangan yang bersiap gulung tikar.
Maskapai penerbangan masih mampu berekspansi. "Kebutuhan konsumen penerbangan terus ada dan tidak dapat ditahan," papar Agus.
Seperti dilakukan Sriwijaya Air, sebut Agus akan membuka rute luar negari baru. Namun, Sriwijaya belum mau menyebutkan rute anyar itu karena masih menunggu persetujuan dari Kementerian Perhubungan. (Mery/Sumber:TribunKalimantan)