Menunaikan ibadah haji ke baitullah merupakan impian
hampir setiap umat muslim. Di samping wajib hukumnya bagi umat muslim
yang telah mampu untuk menunaikan rukun Islam yang kelima ini, efek
positifnya adalah diharapkan akan mendapatkan berkah berupa perubahan
akhlak dan meningkatnya kualitas keagamaannya.
Bagi kaum muslim di Indonesia, menunaikan ibadah
haji bisa melalui berbagai cara yaitu, haji melalui prosedur pendaftaran
yang ada di Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) yang
mendasarkan pada kuota seperti haji regular dan haji khusus (dulu ONH
Plus) kuota, serta haji non-kuota.
Untuk haji kuota sudah jelas karena melalui jalur
resmi dan terdaftar di Kementerian Agama, sedangkan haji nonkuota
sedikit berbeda, karena cara pemberangkatan hajinya tidak melalui
Kementerian Agama. Pemberangkatan haji nonkuota ini diselenggarakan oleh
biro perjalanan haji swasta yang biasanya menjanjikan keberangkatan
yang lebih cepat. Visa untuk masuk ke Arab Saudi umumnya berlabel
“undangan kerajaan”.
Meski mendapatkan visa haji dari Kedutaan Besar Arab
Saudi, yang bersangkutan pergi haji tanpa melalui jalur pendaftaran
resmi Kementerian Agama, sehingga namanya tidak ada dalam daftar dan
tidak memiliki dokumen administrasi perjalanan ibadah haji.
Haji nonkuota sering disebut “haji sandal jepit,”
karena umumnya kelompok ini sering terlantar di Arab Saudi dan
kebanyakan dari mereka memakai sandal jepit. Namun yang disesalkan
adalah kejadian beberapa tahun lalu di Arafah dan Mina, ada segelintir
jamaah haji Indonesia non-kuota yang tidak terdaftar di Kementerian
Agama nekat mengambil jatah makanan jamaah lain. Akibatnya banyak para
jamaah haji yang mendaftar melalui jalur yang resmi atau regular sering
tidak kebagian makanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar